السلام عليكم ..................
Maaf sebelumnya pak ustadz mau minta tannya, apakah boleh jika haji diwakilkan krn alasan takut/naik kendaraan tapi harta ada
Maaf sebelumnya pak ustadz mau minta tannya, apakah boleh jika haji diwakilkan krn alasan takut/naik kendaraan tapi harta ada
apakah boleh jika haji diwakilkan krn alasan takut/naik kendaraan (harta ada)
Jawab :
1. Mewakilkan
ibadah haji bagi orang yang sudah tidak mampu duduk atas kenderaan
diperbolehkan dengan syarat ketidakmampuan itu karena suatu suatu sebab seperti
sudah sangat tua, sakit dan lain-lain yang tidak dapat diharapkan sembuh lagi.
Hal ini berdasarkan keterangan sebagai berikut :
a. hadits
yang diriwayatkan Ibnu Abbas berbunyi :
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ فَرِيضَةَ اللَّهِ فِي الحَجِّ عَلَى عِبَادِهِ،
أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا، لاَ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْتَوِيَ عَلَى
الرَّاحِلَةِ، فَهَلْ يَقْضِي عَنْهُ أَنْ أَحُجَّ عَنْهُ؟ قَالَ: نَعَمْ
Artinya : (Seorang perempuan bertanya), Wahai Rasulullah, sesungguhnya
kewajiban Allah atas hambanya di dalam perkara haji telah didapati oleh bapakku
yang dalam keadaan sangat tua, beliau tidak sanggup untuk duduk di atas
kendaraan, bolehkah aku menghajikan atas namanya?", beliau menjawab:
Artinya: "iya" (H.R. al-Bukhari)
b. Dalam
kitab al-Muhazzab disebutkan :
وتجوز النيابة في حج الفرض في موضعين: أحدهما في حق الميت إذا مات وعليه حج
والدليل عليه حديث بريدة والثاني في حق من لا يقدر على الثبوت على الراحلة إلا
بمشقة غير معتادة كالزمن والشيخ الكبير
“Dibolehkan menggantikan haji fardhu pada dua tempat, yakni salah satunya
pada haq mayat apabila telah meninggal dunia, dimana atasnya ada kewajiban
haji. Dalilnya hadits Buraidah. Dan yang kedua, pada haq orang-orang yang tidak
mampu duduk atas kenderaan kecuali dengan sangat kesukaran yang tidak bisa
secara normal seperti orang yang sakit menahun dan sudah sangat tua.”
c. Imam
al-Nawawi dalam Raudhah al-Thalibin menjelaskan :
يجوز أن يحج عن الشخص غيره إذا عجز عن الحج بموت أو كسر أو زمانة أو مرض لا
يرجى زواله، أو كان كبيرا لا يستطيع أن يثبت على الراحلة أصلا أو لا يثبت إلا
بمشقة شديدة
“Dibolehkan menghajikan seseorang untuk orang lain apabila tidak mampu dari
berhaji dengan sebab mati, remuk tulang, penyakit menahun dan sakit yang tidak
dapat diharapkan sembuh atau karena sebab ketuaan yang menyebabkan tidak mampu
duduk atas kenderaan sama sekali atau tidak mampu kecuali dengan sangat
kesukaran.”
2. Adapun
sekedar takut naik kenderaan karena faktor jiwa, maka menurut hemat kami, maka
hajinya tidak boleh diganti kepada orang lain. Karena ketakutan tersebut hanya
merupakan waham semata dari yang bersangkutan saja dan kalaupun itu dapat
dianggap suatu penyakit, maka penyakit tersebut bisa saja sembuh suatu saat,
karena bukan penyakit yang tidak dapat diharapkan sembuh. Berdasarkan ini, maka
kewajiban haji tetap melekat pada badan orang tersebut. Hal ini karena pada
asalnya ibadah haji adalah ibadah badaniah yang dipundakkan kepada badan
seorang mukallaf.
Jawab :
1. Mewakilkan
ibadah haji bagi orang yang sudah tidak mampu duduk atas kenderaan
diperbolehkan dengan syarat ketidakmampuan itu karena suatu suatu sebab seperti
sudah sangat tua, sakit dan lain-lain yang tidak dapat diharapkan sembuh lagi.
Hal ini berdasarkan keterangan sebagai berikut :
a. hadits
yang diriwayatkan Ibnu Abbas berbunyi :
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ فَرِيضَةَ اللَّهِ فِي الحَجِّ عَلَى عِبَادِهِ،
أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا، لاَ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْتَوِيَ عَلَى
الرَّاحِلَةِ، فَهَلْ يَقْضِي عَنْهُ أَنْ أَحُجَّ عَنْهُ؟ قَالَ: نَعَمْ
Artinya : (Seorang perempuan bertanya), Wahai Rasulullah, sesungguhnya
kewajiban Allah atas hambanya di dalam perkara haji telah didapati oleh bapakku
yang dalam keadaan sangat tua, beliau tidak sanggup untuk duduk di atas
kendaraan, bolehkah aku menghajikan atas namanya?", beliau menjawab:
Artinya: "iya" (H.R. al-Bukhari)
b. Dalam
kitab al-Muhazzab disebutkan :
وتجوز النيابة في حج الفرض في موضعين: أحدهما في حق الميت إذا مات وعليه حج
والدليل عليه حديث بريدة والثاني في حق من لا يقدر على الثبوت على الراحلة إلا
بمشقة غير معتادة كالزمن والشيخ الكبير
“Dibolehkan menggantikan haji fardhu pada dua tempat, yakni salah satunya
pada haq mayat apabila telah meninggal dunia, dimana atasnya ada kewajiban
haji. Dalilnya hadits Buraidah. Dan yang kedua, pada haq orang-orang yang tidak
mampu duduk atas kenderaan kecuali dengan sangat kesukaran yang tidak bisa
secara normal seperti orang yang sakit menahun dan sudah sangat tua.”
c. Imam
al-Nawawi dalam Raudhah al-Thalibin menjelaskan :
يجوز أن يحج عن الشخص غيره إذا عجز عن الحج بموت أو كسر أو زمانة أو مرض لا
يرجى زواله، أو كان كبيرا لا يستطيع أن يثبت على الراحلة أصلا أو لا يثبت إلا
بمشقة شديدة
“Dibolehkan menghajikan seseorang untuk orang lain apabila tidak mampu dari
berhaji dengan sebab mati, remuk tulang, penyakit menahun dan sakit yang tidak
dapat diharapkan sembuh atau karena sebab ketuaan yang menyebabkan tidak mampu
duduk atas kenderaan sama sekali atau tidak mampu kecuali dengan sangat
kesukaran.”
2. Adapun
sekedar takut naik kenderaan karena faktor jiwa, maka menurut hemat kami, maka
hajinya tidak boleh diganti kepada orang lain. Karena ketakutan tersebut hanya
merupakan waham semata dari yang bersangkutan saja dan kalaupun itu dapat
dianggap suatu penyakit, maka penyakit tersebut bisa saja sembuh suatu saat,
karena bukan penyakit yang tidak dapat diharapkan sembuh. Berdasarkan ini, maka
kewajiban haji tetap melekat pada badan orang tersebut. Hal ini karena pada
asalnya ibadah haji adalah ibadah badaniah yang dipundakkan kepada badan
seorang mukallaf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar