Masalah membaca
Basmalah dalam fatihah shalat merupakan salah satu masalah besar dalam agama Islam karena menyangkut
sah atau tidaknya shalat. Bagaimanakah hukum membaca basmalah dalam surat
al-Fatihah ketika shalat? Dan kalau wajib, apakah harus dikeraskan bacaannya?
Membaca Basmalah
merupakan ibadah yang paling besar sesudah tauhid, demikian dikatakan oleh Imam
Nawawi dalam kitab al-Majmu juz III, hal.334.
a. Menurut Madzhab Syafi’i, hukum membaca Basmalah
dalam al-Fatihah ketika shalat adalah wajib, karena bacaan Basmalah itu salah
satu ayat dari al-Fatihah yang menjadi rukun shalat itu sendiri.
وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ سَبْعًا مِّنَ
الْمَثَانِي وَالْقُرْآنَ الْعَظِيْمَ (الحجر: 87).
Dan sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu (hai
Muhammad) tujuh yang berulang-ulang dan al-Qur’an yang agung. (QS. Al-Hijr: 87)
Imam Syafi’i
berkata:
قَالَ الشَّافِعِيُّ: بِسْمِ اللهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ اْلآيَةُ السَّابِعَةُ فَإِنْ تَرَكَهَا أَوْ بَعْضَهَا
لَمْ تُجْزِهِ الرَّكْعَةُ الَّتِيْ تَرَكَهَا فِيْهَا
Imam syafi’i berkata, Bismillahirrahmanirrahim adalah
termasuk ayat tujuh dari fatihah, kalau ditinggalkan semuanya atau sebagiannya
tidaklah cukup rakaat shalat yang tertinggal membaca bismillahirrahmanirrahim
dalam rakaat itu. (al-Umm, juz I, hal. 107).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ إِذَا قَرَأَ
وَهُوَ يَؤُمُّ النَّاسَ اِفْتَتَحَ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ.
Apabila Nabi membaca (surat al-Fatihah) dan menjadi imam
manusia, maka Nabi memulai (bacaan surat al-Fatihah) dengan bacaan basmalah.
(Diriwayatkan
dari Dar al-Quthni dalam kitab al-Majmu’, juz III, hal. 34).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: إِذَا قَرَءْ تُمُ الْحَمْدُ
ِللهِ فَاقْرَؤُوْا بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ أَنَّهَا أُمُّ
الْقُرْآنِ وَأُمُّ الْكِتَابِ وَالسَّبْعُ الْمَثَانِي وَبِسْمِ اللهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ أَحَدُ آياَتِهَا.
Dari Abu Hurairah ra, Nabi bersabda: Apabila kalian
membaca surat al-Fatihah, maka bacalah basmalah. Sesungguhnya surat al-Fatihah adalah
ummul qur’an, ummul kitab dan sab’ul matsani (tujuh ayat yang diulang-ulang),
sedangkan basmalah adalah termasuk satu ayat dari surat al-Fatihah. (Diriwayatkan oleh Dar al-Quthni dalam kitab Tafsir
Ayatul Ahkam, juz I, hal. 34)
عَنْ أَبِيْ عَبَّاس رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَفْتَتِحُ الصَّلاَةَ بِبِسْمِ اللهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ.
Diceritakan dari Ibnu Abbas, Bahwasannya Rasulullah itu
memulai shalat dengan bacaan basmalah. (Diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dalam kitab Tafsir Ayatul Ahkam, juz I,
hal. 47)
Dari keterangan di
atas Basmalah termasuk salah satu ayat dari surat al-Fatihah. Membaca surat
al-Fatihah dalam shalat termasuk rukunnya shalat. Bagi yang ber’itiqad kalau
basmalah itu bukan salah satu ayat dari al-Fatihah maka shalatnya tidak sah dan
batal.
Dengan demikian
dapat kita ketahui bahwa basmalah merupakan sebagian surat dari al-Fatihah,
sehingga harus dibaca manakala membaca al-Fatihah dalam shalat. Dan juga
basmalah disunnahkan untuk dikeraskan sebagaimana sunnahnya mengeraskan
al-Fatihah dalam shalat jahriyyah (shalat yang disunnahkan untuk mengeraskan
suara).
b. Menurut Madzhab Maliki, bahwa basmalah bukan
merupakan satu ayat dari surat al-Fatihah bahkan
bukan merupakan satu ayat dari al-Quran. Hal ini berdasarkan hadits nabi
yang diriwayatkan ‘Aisyah Ra. (Diriwayatkan oleh
Dar al-Quthni dalam kitab Tafsir Ayatul Ahkam, juz I, hal. 35)
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْتَتِحُ الصَّلَاةَ بِالتَّكْبِيْرِ وَالْقِرَاءَةِ
بِالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Berdasarkan keterangan tersebut, maka
tidak wajib membaca basmalah pada waktu fatihahnya shalat baik sirri atau
keras.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ إِذَا ظَهَرَتِ اْلبِدَعُ فِيْ أُمَّتِيْ فَلْيُظْهِرْ العَالِمُ عِلْمَهُ
فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ. رَوَاه الدَّيْلَمِي
Para
penguasa memiliki tanggung jawab yang besar dalam hal ini. Para ulama
dan pejuang Islam berkewajiban untuk terus mendidik dan membentengi umat dari upaya-upaya
liberalisasi dan sekulerisasi.
Kebangkitan
harus terus dikumandangkan. Persatuan harus terus diupayakan. Akidah dan
syari’ah harus terus dijaga. Dan ketika musuh Islam dengan segala kelicikannya
menebar permusuhan, maka harus dilawan..!!!
(Riwayat ini oleh masyarakat mesir sering dibaca dengan
lagu yang indah pada waktu menjelang shubuh untuk TARHIMيا كريم
كاَنَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَطُوْفُ فِي الْكَعْبَةْ فَرَأَى أَعْرَابِيًّا يَطُوْفُ بِهاَ وَيَقُوْلُ : ياَ كَرِيْم , فَقَالَ النَّبِيُ صلى الله عليه وسلم وَرَاءَهُ : ياَ كَرِيْم – فاَنْتَقَلَ الْأَعْرَابِيُّ اِلَى رُكْنِ الثَّانِيْ وقاَلَ: يا كريم, فَقاَلَ النَّبِيُّ (صلى الله عليه وسلم) – فَقَالَ الْحَبِيْبُ (صلى الله عليه وسلم) وَرَاءَهُ : يا كريم, فَانْتَقَلَ الْأَعْرَابِيُّ اِلَى الْحَجَرِ الْأَسْوَدِ فَقاَلَ : يا كريم- فقال النبي (صلى الله عليه وسلم) – فقال الحبيب (صلى الله عليه وسلم) وراءه : يا كريم, فَالْتَفَتَ الْأَعْرَاِبي فَقاَلَ: أَتَمْزَحُوْنَنِيْ ياَ أَخَ الْعَرَبِ؟ وَاللهِ لَوْلاَ صَباَحَةُ وَجْهِكَ وَبَلَغَ طاَ لِقَتكَ لَشَكَوْت اِلَى حَبِيْبِيْ مُحَمَّداً- فَقاَلَ لَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَوَلاَ تَعْرِفُ نَبِيَّكَ يا أخ العرب؟ قَالَ وَاللهِ أَمَنْتُ بِهِ وَلَمْ أَرَهُ وَدَخَلْتُ مَكَّةَ وَلَمْ أَلْقَهُ – قاَلَ لَهُ النَّبِيُّ (صلى الله عليه وسلم) اَنَا نَبِيُّكَ يا أخ العرب – فَانْكَبَّ الأعرابي عَلىَ يَدِ النَّبِيِّ يُقَبِّلُهاَ وَيَقُوْلُ: فِدَاكَ أَبِيْ وَأُمِّيْ ياَ حَبِيْبَ اللهِ – فَنَزَلَ جِبْرِيْلُ الْأَمِيْنُ عَلىَ النَّبِيِّ وَقاَلَ لَهُ : ياَ حَبِيْبَ اللهِ (صلى الله عليه وسلم) – اللهُ يُقْرِئُكَ السَّلاَمَ وَيَقُوْلُ لَكَ : قُلْ لِهَذاَ الأعرابي : أَيَظُنُّ إِنْ قاَلَ ياَ كَرِيْم أَنَّناَ لاَ نُحاَسِبُهُ؟ فَقاَلَ الأعرابي : وَاللهِ ياَ نَوْرَ الْعَيْنِ ياَ جَدَّ الْحَسَنَيْنِ , لَوْ حَاسَبَنِيْ رَبِّيْ لَأُحاَسِبَنَّهُ – قَالَ لَهُ النَّبِيُّ (صلى الله عليه وسلم) : وَكَيْفَ تُحاَسِبُ رَبَّكَ يا أخ العرب؟ قاَلَ: لَئِنْ حاَسَبَنِيْ عَلىَ ذَنْبِيْ حاَسَبْتُهُ عَلىَ مَغْفِرَتِهِ – وَإِنْ حاَسَبَنِيْ عَلىَ تَقْصِيْرِيْ حاَسَبْتُهُ عَلىَ جُوْدِهِ وَكَرَمِهِ – فَقاَلَ جِبْرِيْلُ الْأِمِيْنُ: ياَ حَبِيْبَ اللهِ , اللهُ يَقُوْلُ لَكَ – قُلْ لِهَذاَ الْأَعْرَابِيّ أَنْ لاَ يَحاَسِبَناَ وَلاَ نُحاَسِبُهُ – الله أكبر!!!
Asal Usul Shalawat Tarhim
shalawat ini pertama kali
dipopulerkan di Indonesia melalui Radio Yasmara (Yayasan Masjid Rahmat),
Surabaya pada akhir tahun 1960′an. Penciptanya adalah Shaikh Mahmoud Khalil Al Hussary, ketua Jam’iyyatul
Qurro’ di Kairo, Mesir. Bagaimana asal mula ceritanya shalawat tarhim ini
akhirnya bisa sampai ke Indonesia? Menurut Cak Nun Syaikh Al Hussary
pernah berkunjung ke Indonesia—misi belum diketahui, mungkin dalam
rangka study tour—dan beliau ‘dibajak’ di Lokananta,
Solo untuk rekaman shalawat tarhim ini.
Syaikh Mahmoud Al-Hussary
(1917-1980, محمود خليل الحصري) adalah ulama lulusan
Universitas Al-Azhar dan merupakan salah satu Qâri’ (pembaca Quran)
paling ternama di jamannya, sampai-sampai ia digelari Shaykh al-Maqâri (sing
ahli qiroah). Syaikh Al-Hussary dikenal karena kepiawaiannya dalam membaca
Qur’an secara tartîl. Ia mengatakan bahwa membaca Qur’an bukan semata-mata
tentang irama (lagu) atau seni bacaannya, yang paling penting
adalah tartîl: memahami bacaan Qur’an dengan baik dan benar, yaitu melalui
studi kebahasaan (linguistik) dan dialek Arab kuno, serta penguasaan
teknik pelafalan huruf maupun kata-perkata dalam Quran. Dengan begitu bisa
dicapai tingkat kemurnian (keaslian makna) yang tinggi dalam membaca Al-Qur’an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar