Saidina Khalid Al Walid
Bertabarruk Dengan Rambut Saidina Rasulullah SAW
Terdapat
beberapa riwayat (atsar) terkait tentang cerita shahabat Rasulullah shallallahu
alahi wasallam yang bertabarruk atau bertawassul dengan rambut beliau.
Salah satu diantaranya adalah tabarruk shahabat Khalid bin Walid radhiyallahu
‘anhu dalam sebuah riwayat berikut:
Dari Ja’far
bin Abdillah bin Hakam, ia berkata:
اِنَّ خَالِد
بنَ الوَلِيْدِ فَقِدَ قَلَنْسُوَةً لَهُ يَومَ اليَرْمُوْكِ فَقَالَ :
اُطْلُبُوهَا فَلَمْ يَجِدُوْهَا فَقَالَ : اُطْلُبُوْهَا فَوَجَدُوْهَا فَإِذَا
هِيَ قَلَنْسُوَةٌ خَلِقَةٌ فَقَالَ خَالِدٌ : اعْتَمَرَ رَسُولُ الله صَلّى الله
عَلَيه و سَلَّم فَحَلَقَ رَأْسَهُ فَابْتَدَرَ النَّاسُ جَوَانِبَ شَعْرِهِ
فَسَبَقْتُهُم إِلىَ نَاصِيَتِهِ فَجَعَلْتُهَا فِيْ هَذِه القَلَنْسُوَةِ فَلَمْ
أَشْهَدْ قِتَالاً وَهِيَ مَعِي إِلاَّ رُزِقْتُ النَّصْرَ
“Sesungguhnya Khalid bin Walid pernah kehilangan
songkok (topi) miliknya saat perang Yarmuk. Ia berkata: “Carilah ia!”. Shahabat
yang mencarinya pun tidak menemukannya. Kembali ia berkata: “Carilah ia!”. Dan
shahabat akhirnya menemukannya. Ternyata ia hanya sebuah songkok lawas. Khalid
bercerita: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melaksanakan
umrah dan mencukur rambutnya. Para shahabat pun bergegas menuju ke arah tempat
rambut beliau. Maka aku pun mendahului mereka sehingga memperoleh rambut kepala
bahagian depan Rasulullah. Kemudian rambut tersebut aku letakkan ke dalam
songkok ini. Maka tiada aku hadir dalam peperangan, sementara rambut tersebut
bersamaku, kecuali aku diberi kemenangan”
Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Thabarani dalam al-Mu’jam
al-Kabir (IV/104), Imam Abu Ya’la dalam Musnad (XIII/138), Imam
Hakim dalam al-Mustadrak (III/339), dan lain-lain.
Imam Ibnu
Hajar al-Mathalib al-Aliyyah (hal. 4045) juga meriwayatkannya dengan
lafazh lain seperti berikut:
اعْتَمَرْنَا
مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم فِي عُمْرَةٍ اعْتَمَرَهَا
فَحَلَقَ شَعْرَهُ ، فَاسْتَبَقَ النَّاسُ إِلَى شَعْرِهِ ، فَاسْتَبَقْتُ إِلَى
النَّاصِيَةِ ، فَأَخَذْتُهَا ، فَأَخَذْتُ قُلُنْسُوَةً ، فَجَعَلْتُهَا فِي
مَقْدِمِ القُلُنْسُوَة ، فَمَا وَجَّهْتُهَا فِي وَجْهٍ إِلا فُتِحَ لِي
“Aku melaksanakan umrah bersama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dalam sebuah umrah yang beliau kerjakan, lalu beliau
mencukur rambutnya. Kemudian para sahahabat bergegas mengambil rambut beliau.
Maka akupun mendahului mereka mengambil rambut bahagian kepala depan
Rasulullah. Aku ambil dan aku ambil pula songkok, kemudian aku letak ke dalam
songkok (topi) dibahagian depan. Dan kemapun aku pergi kecuali aku diberi
kemudahan”
Adapun komentar ulama terhadap status atsar ini adalah
sebagai berikut:
- Al-Hafizh adz-Dzahabi dalam Ta’liq Talkhis al-Mustadrak (III/339):
تَعْلِيْقُ الذَّهَبِيّ فِي التَّلْخِيْصِ : مُنْقَطِعٌ
“Ta’liq adz-Dzahabi dalam Talkhish: “Hadits ini munqathi’”.
2. Al-Hafizh al-Haitsami
dalam Majma’ (IX/394) berkata:
وَرِجَالُهُمَا رِجَالُ الصَّحِيْحِ. وَجَعْفَرُ سَمِعَ مِنْ جَمَاعَةٍ مِنَ
الصَّحَابَةِ فَلاَ أَدْرِيْ سَمِعَ مِنْ خَالِدٍ أمْ لاَ
“Perawi-perawi
keduanya (Thabarani dan Abu Ya’la) adalah perawi shahih. Ja’far mendengar dari
segolongan shahabat, tetapi aku tidak tahu apakah ia mendengar dari Khalid atau
tidak”.
3.
Al-Hafizh al-Bushiri dalam Ittihaf al-Khairah (VII/271) berkata:
رَوَاه أبُو يَعْلَى بِسَنَدٍ صَحِيْحٍ
“Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan sanad shahih”
Dari penilain ini dapat disimpulkan, al-Hafizh
adz-Dzahabi menilai sanadnya “munqathi’” (terputus) antara Ja’far bin Abdullah
bin Hakam dengan shahabat Khalid bin Walid. Sementara al-Hafizh al-Haitsami
tidak berani memastikan langsung apakah sanadnya terputus atau tidak. Satu yang
dapat dipastikan, bahwa Ja’far banyak mendengar hadits dari para shahabat.
Sanad atsar ini pun termasuk kategori mu’anan atau muannan dan Ja’far sendiri
adalah seorang kibar tabi’in yang tidak dikenal sebagai mudallis.
Sementara al-Hafizh al-Bushiri sedikit memberikan
kepastian, bahwa atsar tersebut sanadnya shahih. Dan istilah “sanadnya shahih”
menunjukkan perawi atsar ini adalah tsiqah (adil dan dhabth) serta
sanadnnya muttasil.
Imam
az-Zarkasyi dalam an-Nukat ala Muqaddimah Ibni Shalah (I/326) terkait
istilah “shahih sanadnya” berkata:
قَالَ ابْنُ القَطَّانِ إِسْنَادُهُ صَحِيْحٌ لِثِقَةِ رُوَاتِهِ
وَاتِّصَالِهِ
“Ibnu Qaththan berkata: “Sanadnya shahih karena
perawi-perawinya tsiqah dan karena bersambungnya sanad”.
Jika sebahagian Wahabi mengkritisi atsar di atas
dengan berdasar penilaian al-Hafizh adz-Dzahabi, bahwa sanadnya terputus
sehingga menurut mereka tidak layak dijadikan hujjah bertabarruk, maka mengapa
al-Hafizh adz-Dzahabi sendiri yang penilaiannya dijadikan rujukan justru
menukil atsar tersebut dan menjadikannya syahid cerita Khalid bin Walid yang
bertabarruk dengan rambut Rasulullah? Bukankah ini suatu fakta bahawa atsar
seperti ini masih layak berada dalam peringkat tarikh?
Lihatlah, bahawa cerita dan atsar tersebut dibuat
istisyhad (dalil) oleh al-Hafizh adz-Dzahabi dalam Siyar A’lamin Nubala’
(I/375). Bahkan termasuk pula al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqallani dalam Fath
al-Bari (VII/127) dan al-Ishabah (III/72), al-Hafizh Ibnu Abdil Bar
dalam al-Isti’ab (II/111), Imam Abul Qasim Ali bin Hasan bin Hibatullah
asy-Syafi’i dalam Tarikh Madinah Dimasy (XVI/246), al-Hafizh Suyuthi
dalam al-Khashaish al-Kubra (I/117) dan lain-lain. Apakah ulama-ulama
besar seperti mereka jahil dalam memilah-milah dalil sebagai syahid? Sungguh
sangat tidak mungkin!
Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya yang berjudul Khalid
bin Walid (hadits nombor 14) juga mencantumkan atsar tersebut. Hal ini
mengindikasikan kuat bahawa atsar tersebut layak dibuat istisyhad
(dalil). Jika sekira tak dapat dibuat dalil tentu ia tidak akan
mencantumkannya.
Al-Hafizh Badruddin al-Aini dalam Umdah al-Qari
(VIII/230) berkata:
وَقَدْ
ذَكَرَ غيرُ وَاحِد أنّ خالِد بنَ الوَلِيد رَضِي الله تعالى عنه كاَنَ فِي
قَلَنْسُوَتِه شَعَرات منْ شَعْرِه فَلِذلِك كَانَ لا يُقْدِمُ علَى وَجْهٍ إلاَّ
فُتِحَ لَهُ وَيُؤَيِّدُ ذَلِكَ مَا ذَكَرَهُ المُلَّا فِي ( السِّيْرَة ) أنَّ
خَالِدًا سَأَل أباَ طَلْحَةَ حِيْنَ فَرَّقَ شَعْرَهُ بَيْنَ النَّاسِ أنْ
يُعْطِيَه شَعْرَ ناَصِيَتِهِ فَأعْطَاه إيَّاه فَكاَن مُقَدَّم نَاصِيَتِه
مُنَاسِبًا لِفَتْحِ كُلِّ مَا أقْدَمَ عَلَيْهِ
“Dan tidak hanya satu ulama menyebutkan, bahwa dalam
songkok (topi) Khalid bin Walid radhiyallahu anhu terdapat beberapa
helai rambut Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Oleh karena itu, ia
tidak melakukan sesuatu kecuali ia diberi kemudahan. Dan menguatkan itu adalah
apa yang disebutkan oleh Mulla dalam kitab Sirah bahwa Khalid meminta
kepada Abu Thalhah ketika ia membahagi-bahagikan rambut Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam supaya memberikan rambut yang bahagian depan, dan Abu
Thalhah pun memberikannya. Arah depan rambut depan selaras dengan kemudahan
dalam setiap yang ia kerjakan”.
Dengan demikian, jika ada orang yang mengkritik orang
yang menggunakan atsar ini sebagai salah satu bukti shahabat yang bertabarruk,
maka selayaknya kritik tersebut lebih layak ditujukan kepada ulama-ulama besar
diatas. Karena merekalah ulama panutan yang menggunakannya sebagai dalil
pertama kali.
Bukankah
juga ada hadits shahih yang menguatkan atsar diatas bahwa shahabat juga
bertabarruk dengan rambut Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sama
seperti yang dilakukan Khalid bin Walid?
عن أنس رضي
الله عنه : أنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم أتى مِنىً ، فَأتَى الْجَمْرَةَ
فَرَمَاهَا ، ثُمَّ أتَى مَنْزِلَهُ بِمِنَىً ونَحَرَ ، ثُمَّ قَالَ لِلحَلاَّقِ :
خُذْ ، وأشَارَ إِلَى جَانِبهِ الأَيْمَنِ ، ثُمَّ الأَيْسَرِ ، ثُمَّ جَعَلَ
يُعْطِيهِ النَّاسَ . متفقٌ عَلَيْهِ .
“Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahawa
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam datang ke Mina. Kemudian beliau
mendatangi Jumrah dan melemparinya. Setelah itu beliau mendatangi tempatnya di
Mina dan melakukan kurban. Beliau berkata kepada tukang cukur: “Cukurlah!”
dengan isyarat arah kanannya, lalu arah kirinya. Kemudian rambut tersebut
diberikan kepada orang-orang” (HR. Bukhari dan Muslim)
Juga hadits shahih:
عَنْ
عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَوْهَبٍ قَالَ أَرْسَلَنِي أَهْلِي إِلَى
أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَدَحٍ
مِنْ مَاءٍ وَقَبَضَ إِسْرَائِيلُ ثَلَاثَ أَصَابِعَ مِنْ فِضَّةٍ فِيهِ شَعَرٌ
مِنْ شَعَرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ إِذَا أَصَابَ
الْإِنْسَانَ عَيْنٌ أَوْ شَيْءٌ بَعَثَ إِلَيْهَا مِخْضَبَهُ فَاطَّلَعْتُ فِي
الْجُلْجُلِ فَرَأَيْتُ شَعَرَاتٍ حُمْرًا
“Dari Utsman bin Abdillah bin Mauhab, ia berkata:
“Keluargaku mengutusku mengirimkan wadah air kepada Ummi Salamah, istri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”. Dan Israil (perawi hadits ini)
menggenggam wadah tersebut dengan tiga jari. Wadah tersebut terbuat dari perak
yang disana terdapat rambut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan
ketika ada seseorang yang terkena penyakit ain atau suatu penyakit maka ia
kirimkan kepada Ummi Salamah wadah yang biasa untuk mencuci pakaian dan aku
melihat dalam wadah kecil ada beberapa rambut yang berwarna merah” (HR.
Bukhari)
Al-Hafizh Badruddin al-Aini saat menjelaskan hadits
ini berkata:
كَانَ النّاس عِنْدَ مَرَضِهِم يَتَبَرَّكُوْنَ بِهَا
وَيَسْتَشْفُوْنَ مِن بَرَكَتِهَا وَيَأْخُذُوْنَ مِنْ شَعْرِهِ وَيَجْعَلُوْنَهُ
فِي قَدَحٍ مِنَ الماَءِ فَيَشْرَبُوْنَ الماَءَ الَّذِي فِيْهِ الشَّعْرُ
فَيَحْصُلُ
“Orang-orang ketika sakit bertabarruk dengan rambut
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan berharap kesembuhan dari
barakahnya. Mereka mengambil dari rambut Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam dan memasukkannya ke dalam wadah air serta meminum air yang ada
rambutnya tersebut dan itu berhasil”
Kedua hadits di atas adalah penguat atsar tentang
tabarruknya shahabat Khalid bin Walid dengan rambut Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar