Selasa, 24 Maret 2015

PENERTIAN AHLU SUNNAH WAL JAMA'AH



يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ (208)
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu menuruti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah: 208)
Dan dari dalil di atas dapat kita ketahui bahwa inti ajaran Islam adalah iman, islam dan ihsan yang harus diamalkan secara kaffah (menyeluruh) dan dari perjalanan sejarah, secara keilmuan berkembang dan dikolaborasi menjadi ilmu tauhid, fiqih,dan tasawuf.Pengertian Ahlussunnah Wal Jama'ah
Konsep aswaja (ahlu al-Sunnah wa al-jama’ah) selama ini masih belum dipahami secara tuntas sehingga menjadi “rebutan” setiap golongan, semua kelompok mengaku dirinya sebagai penganut ajaran aswaja dan tidak jarang label itu digunakan untuk kepentingan sesaat. Jadi, apakah yang dimaksud dengan aswaja itu sebenarnya? bagaimana pula dengan klaim itu, dapatkah dibenarkan?
Aswaja merupakan singkatan dari istilah ahlun, al-Sunnah wa al-Jama’ah, dan dari situ ada tiga kata yang membentuk istilah tersebut;
1. Ahlun berarti keluarga, golongan atau pengikut.
2. Al-Sunnah yaitu segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw. meliputi perkataan, perbuatan dan ketetapannya.
3. Al-Jama’ah yakni apa yang telah disepakati oleh para sahabat pada masa al-Khulafa’ al-Rasyidin (Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq Ra., Sayyidina Umar bin Khattab Ra., Sayyidina Utsman bin Affan Ra., dan sayyidina Ali bin Abi Thalib Krw).
Sebagaimana telah dikemukakan oleh Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailany dalam kitab al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq, juz I, hal.80
فَالسُّـنَّةُ مَا سَنَّهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , وَالْجَمَاعَةُ مَا اِتَّفَقَ عَلَيْهِ اَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ خِلاَفَةِ اْلأَئِمَّةِ اْلأَرْبَعَةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْمُهْدِيِّـيْنَ رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْهِمْ اَجْمَعِيْنَ (الغنية لطالب طريق الحق جز 1 ص 80 )
Yang dimaksud dengan al-Sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw. (meliputi ucapan, perilaku serta ketetapan beliau). Sedangkan pengertian al-Jama’ah adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat Rasulullah Saw. Pada masa al Khulafa’ al Rasyidin yang empat yang telah diberi hidayah (mudah-mudahan Allah Swt. memberi rahmat pada mereka semua). al-Ghunyah li Thalibi Thariqi al-Haqq juz I hal.80.
Selanjutnya, Syaikh Abi al-Fadhl bin ‘Abdus Syakur menyebutkan dalam kitab al-Kawakib al-Lamma’ah:
اَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ الَّذِيْنَ لاَزِمُوْا سُنَّةَ النَّبِـىِّ وَطَرِيْقَةَ الصَّحَابَةِ فِى اْلعَقَائِدِ الدِّيْنِيَّةِ وَاْلأَعْمَالِ الْبَدَنِيَّةِ وَاْلأَخْلاَقِ الْقَلْبِيَّةِ ( الكواكب اللماعة ص 8-9 )
Yang disebut Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah adalah orang-orang yang selalu berpedoman pada sunnah Nabi Saw. dan jalan para sahabatnya dalam masalah aqidah keagamaan, amal-amal lahiriyah serta akhlaq hati. (al-Kawakib al-Lamma’ah hal. 8-9)
Jadi Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah merupakan ajaran yang mengikuti semua yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabatnya. Sebagai pembeda dengan yang lain ada tiga ciri khas kelompok ini, yakni tiga sikap yang selalu diajarkan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabatnya, ketiga prinsip tersebut adalah al-tawassuth yaitu sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan, prinsip al-tawazzun (seimbang dalam segala hal termasuk dalam penggunaan dalil aqli dan dalil naqli) dan al-I’tidal (tegak lurus). Ketiga prinsip tersebut dapat dilihat dalam masalah keyakinan keagamaan (teologi), perbuatan lahiriyah (fiqih) serta masalah akhlaq yang mengatur gerak hati (tasawuf). Dalam praktek keseharian, ajaran ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah dibidang teologi tercerminkan dalam rumusan yang digagas oleh Imam al-Asy’ari dan Imam al-Maturidzi, sedangkan dalam masalah perbuatan badaniyah terwujud dengan mengikuti madzhab empat, yakni madzhab Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, Imam Hambali, dan dalam tasawuf mengikuti rumusan Imam Junaidi al-Baghdadi dan Imam al-Ghazali.
Salah satu alasan dipilihnya ulama’-ulama’ tersebut oleh salafuna al-shalih sebagai panutan dalam ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah karena mereka telah terbukti mampu membawa ajaran-ajaran yang sesuai dengan intisari agama Islam yang telah digariskan oleh Rasulullah Saw. beserta para sahabatnya dan mengikuti hal tersebut merupakan suatu kewajiban bagi ummatnya. Rasulullah Saw. Bersabda:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلاَمِىْ اَنَّهُ سَمِعَ الْعِرْباَضَ بْنَ سَارِيَّةِ قَالَ وَعَظَناَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَيْكُمْ بِمَا عَرَفْتُمْ مِنْ سُنَّتـِىْ وَسُنَّةِ الْخُلَفاَءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْمُهْدِيِّـْينَ (مسند احمد بن حنبل ص 16519 )

PEMBAGIAN AKAL MENURUT ISLAM



PEMBAGIAN AKAL MENURUT ISLAM

PERTANYAAN :

Assalamu'alaikum. Apa yang di maksud dengan akal wahabi dan akal kasbi?


JAWABAN :

dengan akal maka hakikat segala sesuatu dapat diketahui dan kebaikan dapat dibedakan dari keburukan,akal dibagi menjadi dua, 

1. ghorizy (instingtif)
2. muktasab (perolehan)

akal ingstingtif adalah akal haqiqi dengan ketentuan beban taklif yg tdk boleh melampaui beban batas maksimal dan tdk boleh kurang dari batas minimal. dengan akal ini manusia bisa dibedakan dari hewan .jika akal ini dimiliki manusia secara sempurna maka dia disebut sbagai orang yg berakal dan cerdas, dengan akalnya dia bisa mencapai kesempurnaan.

yg dimaksud dengan akal muktasab adalah hasil dari akal ingstingtif yakni hasil akhir pengetahuan, kebenaran strategi dan ketepatan pemikiran, akal muktasab ini tdk mempunyai batasan sebab dia tumbuh dan berkembang jika sering digunakan dan akan berkurang jika di abaikan.

- kitab adabud dunya wad din imam mawardy

وَاعْلَمْ أَنَّ بِالْعَقْلِ تُعْرَفُ حَقَائِقُ الْأُمُورِ وَيُفْصَلُ بَيْنَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ.وَقَدْ يَنْقَسِمُ قِسْمَيْنِ: غَرِيزِيٍّ وَمُكْتَسَبٍ. فَالْغَرِيزِيُّ هُوَ الْعَقْلُ الْحَقِيقِيُّ. وَلَهُ حَدٌّ يَتَعَلَّقُ بِهِ التَّكْلِيفُ لَا يُجَاوِزُهُ إلَى زِيَادَةٍ وَلَا يَقْصُرُ عَنْهُ إلَى نُقْصَانٍ. وَبِهِ يَمْتَازُ الْإِنْسَانُ عَنْ سَائِرِ الْحَيَوَانِ، فَإِذَا تَمَّ فِي الْإِنْسَانِ سُمِّيَ عَاقِلًا وَخَرَجَ بِهِ إلَى حَدِّ الْكَمَالِالي ان قالوَأَمَّا الْعَقْلُ الْمُكْتَسَبُ فَهُوَ نَتِيجَةُ الْعَقْلِ الْغَرِيزِيِّ وَهُوَ نِهَايَةُ الْمَعْرِفَةِ، وَصِحَّةُ السِّيَاسَةِ، وَإِصَابَةُ الْفِكْرَةِ. وَلَيْسَ لِهَذَا حَدٌّ؛ لِأَنَّهُ يَنْمُو إنْ اُسْتُعْمِلَ وَيَنْقُصُ إنْ أُهْمِلَ.

WALLOHU A'LAM




Senin, 16 Maret 2015

Menyetel Murattal atau Tilawah Sebelum Adzan di Masjid dan Mushalla





Menyetel murattal / tilawah adalah aktivitas memperdengarkan rekaman bacaan ayat-ayat suci al-Qur’an dengan media seperti tape, speaker, mp3 player dan lain semacamnya. Aktifitas seperti (menyetel murattal / tilawah) merupakan perkara baru yang baru ada setelah berkembangnya dunia teknologi. Adapun mendengarkan bacaan al-Qur’an sendiri merupakan hal yang memang dianjurkan dan berpahala.

Dalam hal ini setidaknya ada 2 permasalahan; Pertama, menyetel/memperdengarkan rekaman bacaan ayat Al-Qur’an, Kedua, mendengarkan rekaman bacaan ayat Al-Qur’an.  Hal yang dibahas adalah yang pertama, yaitu aktivitas memperdengarkan/menyetel rekaman bacaan ayat-ayat suci al-Qur’an dengan speaker. Namun, terlepas dari bagaimana isi dari rekaman itu sendiri, dan bagaimana proses merekamnya.

Menyetel murattal telah menjadi hal yang biasa bagi umat Islam di dunia seiring dengan berkembangnya teknologi, biasanya ada yang menyetelnya di rumah, di kantor, di majelis taklim, di mushalla (surau), bahkan juga di masjid. 

Pada asalnya, tidak ada anjuran menyetel murattal dan tidak ada larangan menyetel murattal. Bahkan tidak ada bahasan seperti ini sebelum berkembangnya dunia teknologi. Oleh karena itu, masalah ini adalah perkara baru yang mesti dikembalikan lagi kepada asal permanfaatan (penggunaan) teknologi itu sendiri. Didalam kaidah ushul dikatakan

الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيلُ عَلَى عَدَمِ الْإِبَاحَةِ
“(Hukum) asal mengenai sesuatu adalah boleh (ibahah) hingga ada dalil yang menunjukkan ketiadaan kebolehan tersebut”

Dari sini, dapat kita ketahui bahwa penggunaan teknologi adalah boleh (mubah). Dalam hal ini tape/speaker di masjid. Pada kaidah yang lain dikatakan :

الأصل في الأشياء النافعة هو الإباحة
“(Hukum) asal mengenai sesuatu yang bermanfaat adalah boleh (ibahah)”

Permasalahan berikutnya adalah apakah menyetel/memperdengarkan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an itu bermanfaat ataukah tidak ?. Dari sini banyak rinciannya (tafshil), namun focus bahasan ini adalah memperdengarkan/menyetel murattal dengan speaker di masjid dan mushalla (surau) sebelum adzan. Jadi, bukan menyetel untuk didengar sendiri dirumah, menyetel untuk ruqyah, menyetel untuk tanda adanya bahtsul masaail dan lain sebagainya. 

Bermanfaat Ataukah Tidak ?

Di Indonesia, menyetel murattal dengan speaker sebelum adzan, baik di mushalla dan di masjid merupakan hal biasa, masyarakat pun sudah menganggapnya biasa, dan bertujuan untuk syi’ar atau memberitahukan serta mengingatkan masyarakat bahwa sebentar lagi akan memasuki waktu shalat atau sebentar lagi adzan akan dikumandangkan.

Tentunya hal ini pada dasarnya bermanfaat, sehingga melihat dari tujuannya maka hukumnya adalah mubah (boleh), alias dibenarkan. Sebagaimana kaidah ushul mengatakan :

لِلْوَسَائِلِ حُكْمُ الْمَقَاصِدِ
“Perantara-perantara perbuatan memiliki konsekuensi hukum sesuai tujuannya”

Al-Wasail (perantara) merupakan sebuah cara untuk menyampaikan tujuan dari hal tersebut. Dalam hal ini adalah untuk menyampaikan syiar dan memberitahukan masyarakat bahwa sebentar lagi akan memasuki waktu shalat atau sebentar lagi adzan akan dikumandangkan. 

Allah SWT berfirman didalam al-Qur’an :

مَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ 
“Barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah , maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati”.

Syaikh Isma’il Utsman Zain al-Yamani al-Makki al-Syafi’i didalam Risalah Taudlih al-Maqshud setelah membahas panjang lebar mengenai penggunaan pengeras suara, kemudian menyimpulkan,

والحاصل من جميع ما ذكرناه ونقلناه في هذه الوريقات أن استعمال مكبّرات الصوت في الأذان وغيره مما شرعًا، وهذا هو الحق والصواب 
“wal hasil dari semua hal yang telah kami sebutkan dan kami kutipkan dalam lembaran-lembaran ini, adalah bahwa mempergunakan pengeras suara dalam adzan dan untuk keperluan lainnya dari hal-hal yang dituntut untuk dikeraskan adalah perkara yang dipuji dalam syara'. Dan ini adalah yang hak dan yang benar”.

Akan tetapi, menyetel murattal dengan speaker di masjid dan mushalla juga perlu sebuah kearifan yakni dengan melihat kondisi masyarakat sekitar, khususnya sebelum adzan Shubuh.

Sebab, jika menyebabkan gangguan (tasywis) dan berakibat buruk maka itu dilarang. Misalnya menyetel murattal di masjid diwaktu sebelum shubuh dengan rentang waktu yang lama hingga mencapai setengah jam sebelum adzan shubuh. Hal seperti ini akan mengganggu mereka yang melakukan shalat tahajjud di masjid atau sekitar masjid. 

Berbeda halnya, dengan waktu-waktu yang lainnya seperti sebelum adzan shalat Jum’at (hari Jum’at), dan selain waktu shubuh. Hal itu kebanyakan tidak membuat masyarakat terganggu. Sehingga tidak dijumpai masyarakat melakukan protes karena mereka terganggu dengan lanturan ayat-ayat suci al-Qur’an melalui speaker.

Oleh karena itu, membahas masalah ini haruslah benar-benar arif dengan melihat kondisi masyarakat itu sendiri, dan dikembalikan lagi kepada persetujuan masyarakat. [] Wallahu A’lam



Apa yang dimaksud dengan Madzhab Ahlul Bait ?



Apa yang dimaksud dengan Madzhab Ahlul Bait ?
Madzhab Ahlul Bait adalah nama samaran dari sekian banyak aliran-aliran Syiah. Dimana setiap aliran Syiah mengklaim alirannya sebagai Madzhab Ahlul Bait.
Sebagai contoh, aliran Syiah Zaidiyah mengaku sebagai Madzhab Ahlul Bait. Begitu pula aliran Syiah Ismailiyah, mereka juga mengaku sebagai Madzhab Ahlul Bait. Bahkan aliran Syiah yang paling sesat saat ini, yaitu aliran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) juga berani mengaku sebagai Madzhab Ahlul Bait.
Penyebab mereka sampai berani menyebut alirannya sebagai Madzhab Ahlul Bait, dikarenakan saat ini masyarakat dunia Islam sudah mengetahui bahwa aliran-aliran Syiah tersebut sesat dan menyesatkan dan ajarannya sangat menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW. dan ajaran Ahlul Bait.
Karena itu dalam usahanya menipu dan menyesatkan umat Islam, mereka menggunakan nama samaran sebagai Madzhab Ahlul Bait. Dan ternyata usaha mereka tersebut berhasil, sehingga ada dari umat Islam yang tertipu dan akhirnya terjerumus masuk Syiah.
Oleh karena aliran-aliran Syiah yang mengaku sebagai Madzhab Ahlul Bait tersebut berbeda rukun imannya, maka mereka saling mengkafirkan, Syiah yang satu mengkafirkan Syiah yang lain.
Jika aliran-aliran Syiah yang saling mengkafirkan itu benar-benar sebagai Madzhab Ahlul Bait, berarti hal itu menggambarkan bahwa pendiri madzhab-madzhab tersebut saling mengkafirkan, maka pertanyaan yang timbul adalah; mungkinkah Ahlul Bait yang telah disucikan sesuci-sucinya oleh Allah itu saling mengkafirkan ?.
Jawabnya, pasti tidak mungkin, dan itu hanyalah rekayasa dan tipu daya tokoh-tokoh Syiah yang tidak memikirkan akibatnya.
Dengan demikian yang namanya Madzhab Ahlul Bait itu tidak ada, yang ada adalah Madzhabnya Ahlul Bait, bukan Madzhab Ahlul Bait tapi madzhabnya Ahlul Bait atau akidah-nya Ahlul Bait. Yaitu akidah yang sekarang dikenal dengan nama akidah Ahlus Sunnah Waljamaah. Satu akidah yang berpegang kepada apa-apa yang diyakini
dan dikerjakan oleh Rasulullah SAW, Ahlul Bait dan para sahabatnya.
Jika yang namanya Madzhab Ahlul Bait itu ada dan benar, pasti yang mengikuti madzhab tersebut adalah keturunan Ahlul Bait, yaitu para habaib bukan orang-orang ajam dari Iran.
Tapi kenyataannya para habaib hampir semuanya mengikuti akidah Ahlus Sunnah Waljamaah. Mereka mengikuti akidah itu secara sambung menyambung sampai kedatuk mereka baginda Rasulullah SAW.
Hal ini dapat dibaca dalam kitab Iqdul Yawaqid Aljauhariyyah, karya Al-Allamah al-Habib Edrus bin Umar Al-Habsyi, dan dapat dibaca dalam puluhan, bahkan ratusan kitab-kitab yang ditulis oleh para habaib dzurriyaturrasul.
Jadi yang benar, akidahnya golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidahnya Ahlul Bait atau madzhabnya Ahlul Bait yang sampai sekarang diikuti oleh keturunan Ahlul Bait atau para habaib Al-Alawiyin dzurriyaturrasul.
Apabila dari sekian juta habaib itu ada dua, tiga orang yang menyimpang (syad), maka orang-orang tersebut tidak tergolong sebagai tokoh habaib yang menjadi panutan. Tapi mereka adalah korban-korban yang rusak akidahnya akibat membaca buku-buku yang ditulis oleh orang-orang orientalis dan Zionis Yahudi.
Demikian sedikit mengenai Madzhab Ahlul Bait dan madzhabnya Ahlul Bait. Semoga kita diselamatkan oleh Allah dari tipu daya tokoh-tokoh Syiah yang sering mengaku sebagai pengikut Madzhab Ahlul Bait.