TIDUR
YANG TIDAK MEMBATALKAN SHOLAT
Banyak hal-hal yang menyebabkan batalnya wudlu’, namun
bagaimanakah dengan orang yang tidur apakah wudlu’nya menjadi batal?
Imam Madzahib al-Arba’ah mempunyai pandangan yang
berbeda.
a.
Menurut Imam Malik: Apabila tidurnya pulas (sekiranya
orang tidur tidak merasakan peristiwa-peristiwa di sekitarnya) maka tidur
seperti ini membatalkan wudlu’.
b.
Menurut Imam Syafi’i: Apabila orang tersebut menetapkan
pantatnya pada tempat duduk maka tidur seperti itu tidak membatalkan wudlu’.
c.
Menurut Imam Abu Hanifah: Apabila tidurnya dalam keadaan
berdiri, duduk/sujud (seperti tingkah shalat) maka tidak membatalkan shalat,
bila selain keadaan seperti itu (tidur berbaring, tengkurap) maka tidur
tersebut membatalkan wudlu’.
d.
Menurut Imam Ahmad: Apabila tidurnya dengan posisi
duduk/berdiri tidak membatalkan wudlu’ dan bila tidur selain kedua kondisi
tersebut maka membatalkan wudlu’.
وَاخْتَلَفَ اَلْعُلَمَاءُ فِىْ نَقْضِ اْلوُضُوْءِ
باِلنَّوْمِ فَنَظَرَ ماَلِكٌ اِلَى صِفَةِ النَّوْمِ فَقاَلَ اِنْ كاَنَ
ثَقِيْلاً ( وَهُوَ اَلَّذِىْ لاَ يَحِسُّ صَاحِبُهُ بِمَا فَعَلَ بِحَضْرَتِهِ )
نَقَضَ اَلْوُضُوْءُ وَاِنْ كاَنَ خَفِيْفاً فَلاَ . وَنَظَرَ اَلشَّفِعِىُّ اِلَى
صِفَةِ النَّائِمِ فَقاَلَ اِنْ نَامَ مُمَكِّناً مَقْعَدَتَهُ مِنَ اْلاَرْضِ
لاَيَنْقُضُ وُضُؤُهُ وَاِلاَّ اِنْتَقَضَ . وَقاَلَ اَبُوْ حَنِيْفَةَ اِنْ نَامَ
عَلَى حَالَةٍ مِنْ اَحْوَالِ الصَّلاَةِ (كَأَنْ ناَمَ قاَئِماً اَوْ قاَعِدًا
اَوْسَاجِدًا ) لَمْ يَنْقُضْ اَلْوُضُوْءُ وَاِلاَّ نَقَضَ . وَقاَلَ اَحْمَدُ
اِذاَ ناَمَ قاَعِدًا اَوْقاَئِمًا لَمْ يَنْقُضْ اَلْوُضُوْءُ وَاِلاَّ نَقَضَ
.ابانة الاحكام ج 1 ص 124.
Para ulama’ berselisih pendapat mengenai apakah tidur itu bisa membatalkan
wudlu’? imam Malik lebih memandang kepada sifatnya tidur itu sendiri, beliau
mengatakan: apabila tidur tersebut kategori tidur pulas (sekira orang yang
tidur tidak merasakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di depannya), maka tidur
seperti ini membatalkan wudlu’, dan apabila tidur tersebut termasuk kategori
ringan, maka tidaklah membatalkan wudlu’. Sedangkan Imam al-Syafi’i lebih
memandang kepada sifatnya orang tidur tersebut. Beliau mengatakan: apabila
orang tersebut tidur dengan menetapkan pantatnya pada bumi, maka tidur seperti
ini tidaklah membatalkan wudlu’, dan apabila tidak menetapkan pantatnya, maka
batAllah Swt. wudlu’nya. Abu Hanifah berkata: apabila seorang tidur dengan keadaan
seperti tingkahnya orang yang sedang mengerjakan shalat (sambil berdiri, duduk
atau sujud), maka tidaklah membatalkan wudlu’ dan apabila keadaannya tidak
seperti itu, maka tidur tersebut membatalkan wudlu’. Imam Ahmad berkata:
Apabila seseorang tidur dengan duduk atau berdiri, maka tidaklah membatalkan
wudlu’, dan jika tidak sambil duduk atau berdiri, maka tidur tersebut
membatalkan wudlu’. (Ibanah al-Ahkam, juz I, hal.124)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar