الا
إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ .الَّذِينَ
آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
Ketahuilah! Sesungguhnya wali-wali
Allah, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan mereka pula tidak bersedih
hati. Wali-wali Allah itu ialah orang-orang Yang beriman serta mereka pula
sentiasa bertaqwa. (Yunus 10: 62-63)
بسم الله الرحمن الرحيم
نحمده ونصلى على رسوله الكريم
Nur Muhammad Menurut Al-qur’an &
Hadits
Adapaun mengenai konsep nur muhammad dijelaskan sebagai
berikut :
A. Ayat-ayat Al-qur’an dalil
tawassul dan Nur Muhammad
1. Dalam surat an-Nisa’ ayat
64, Allah swt. berfirman:
“Dan kami tidak mengutus seseorang
Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau
mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu(Muhammad saw.) lalu memohon ampun kepada
Allah, dan rasul (Muhammad
saw.) pun
memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima
Taubat lagi Maha Penyayang”.
2. Dalam surat Al-Maidah
ayat 35:
‘Hai orang-orang yang beriman,
hendaklah kalian bertakwa kepada Allah dan carilah washilah….”
Keterangan :
Ibnu Taimiyyah disalah satu kitabnya
Qa’idah Jalilah Fit-Tawassul Wal-Washilah dalam pembicaraannya mengenai tafsir
ayat Al-Qur’an Al-Maidah: 35 menulis: ‘Hai orang-orang yang beriman, hendaklah
kalian bertakwa kepada Allah dan carilah washilah….’ antara lain mengatakan:
“Mencari washilah atau bertawassul
untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. hanya dapat dilakukan oleh orang yang
beriman kepada Muhammad Rasulallah saw. dan mengikuti tuntunan agamanya.
Tawassul dengan beriman dan taat kepada beliau saw. adalah wajib bagi setiap
orang, lahir dan bathin, baik dikala beliau masih hidup maupun setelah wafat,
baik langsung dihadapan beliau sendiri atau pun tidak. Bagi setiap muslim,
tawassul dengan iman dan taat kepada Rasulallah saw. adalah suatu hal yang
tidak mungkin dapat ditinggalkan. Untuk memperoleh keridhoan Allah dan
keselamatan dari murka-Nya tidak ada jalan lain kecuali tawassul dengan beriman
dan taat kepada Rasul-Nya. Sebab, beliaulah penolong (Syafi’) ummat manusia.
Beliau saw. adalah makhluk Allah
termulia yang dihormati dan diagungkan oleh manusia-manusia terdahulu maupun
generasi-generasi berikutnya hingga hari kiamat kelak. Diantara para Nabi dan
Rasul yang menjadi penolong ummatnya masing-masing. Muhammad Rasulallah saw.
adalah penolong (Syafi’) yang paling besar dan tinggi nilainya dan paling mulia
dalam pandangan Allah swt. Mengenai Nabi Musa as. Allah swt. berfirman, bahwa
Ia mulia disisi Allah. Mengenai Nabi Isa a.s. Allah swt. juga berfirman bahwa
Ia mulia didunia dan diakhirat, namun dalam firman-firman-Nya yang lain
menegaskan bahwa Muhammad Rasulallah saw. lebih mulia dari semua Nabi dan
Rasul. Syafa’at dan do’a beliau pada hari kiamat hanya bermanfaat bagi orang
yang bertawassul dengan iman dan taat kepada beliau saw. Demikianlah pandangan
Ibnu Taimiyyah mengenai tawassul.
Dalam kitabnya Al-Fatawil-Kubra I
:140 Ibnu Taimiyyah menjawab atas pertanyaan: Apakah tawassul dengan Nabi
Muhammad saw. diperbolehkan atau tidak? Ia menjawab: “Alhamdulillah mengenai
tawassul dengan mengimani, mencintai, mentaati Rasulallah saw. dan lain sebagainya
adalah amal perbuatan orang yang bersangkutan itu sendiri, sebagaimana yang di
perintahkan Allah kepada segenap manusia. Tawassul sedemikian itu di- benarkan
oleh syara’ dan dalam hal itu seluruh kaum muslimin sepen- dapat.”
3. Dalam Surat Al-Baqarah :37,
mengenai Tawassul Nabi Adam as. pada Rasulallah saw.:
فَتَلَقَّى
آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ اَنَّهُ هُوَا الـَّوَّابُ
الرَّحِيْمُ
“Kemudian Adam menerima beberapa
kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya, sesungguhnya Allah Maha
penerima taubat lagi Maha Penyayang ”.
Keterangan :
Tawassul Nabi Adam as. pada Rasulallah saw..
Sebagaimana disebutkan pada firman Allah swt. (Al-Baqarah :37) diatas. Menurut
ahli tafsir kalimat-kalimat dari Allah yang diajarkan kepada Nabi Adam as. pada
ayat diatas agar taubat Nabi Adam as. diterima ialah dengan
menyebut dalam kalimat taubatnya bi-haqqi (demi kebenaran) Nabi
Muhammad saw. dan keluarganya. Makna seperti ini bisa kita rujuk pada kitab:
Manaqib Ali bin Abi Thalib, oleh Al-Maghazili As-Syafi’i halaman 63,
hadits ke 89; Yanabi’ul Mawaddah, oleh Al-Qundusui Al-Hanafi, halaman 97
dan 239 pada cet.Istanbul,. halaman 111, 112, 283 pada cet.
Al-Haidariyah; Muntakhab Kanzul ‘Ummal, oleh Al-Muntaqi, Al-Hindi (catatan
pinggir) Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 1, halaman 419; Ad-Durrul Mantsur, oleh
As-Suyuthi Asy-Syafi’i, jilid 1 halaman 60; Al-Ghadir, oleh Al-Amini, jilid 7,
halaman 300 dan Ihqagul Haqq, At-Tastari jilid 3 halaman 76. Begitu juga
pendapat Imam Jalaluddin Al-Suyuthi waktu menjelaskan makna surat Al-Baqarah
:37 dan meriwayatkan hadits tentang taubatnya nabi Adam as. dengan tawassul
pada Rasulallah saw.
Nabi Adam as. ,manusia pertama, sudah diajarkan oleh Allah
swt. agar taubatnya bisa diterima dengan bertawassul pada Habibullah Nabi
Muhammad saw., yang mana beliau belum dilahirkan di
alam wujud ini. Untuk mengkompliti makna ayat diatas tentang tawassulnya Nabi
Adam as. ini, kami akan kutip berikut ini beberapa hadits Nabi saw. yang
berkaitan dengan masalah itu:
Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak/Mustadrak Shahihain jilid 11/651 mengetengahkan hadits yang berasal
dari Umar
Ibnul Khattab ra. (diriwayat- kan secara berangkai
oleh Abu Sa’id ‘Amr bin Muhammad bin Manshur Al-‘Adl, Abul Hasan Muhammad bin
Ishaq bin Ibrahim Al-Handzaly, Abul Harits Abdullah bin Muslim Al-Fihri, Ismail
bin Maslamah, Abdurrahman bin Zain bin Aslam dan datuknya) sebagai berikut,
Rasulallah saw.bersabda:
قَالَ
رَسُوْلُ الله.صَ. : لَمَّا اقْتَرَفَ آدَمَُ الخَطِيْئَةَ قَالَ: يَا رَبِّ
أسْأَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ لِمَا غَفَرْتَ لِي,
فَقالَ
اللهُ يَا آدَمُ, وَكَيْفَ عَرَفْتَ مُحَمَّدًا وَلَمْ أخْلَقُهُ ؟ قَالَ: يَا
رَبِّ ِلأنَّـكَ لَمَّا خَلَقْتَنِي بِيدِكَ
وَنَفَخْتَ
فِيَّ مِنْ رُوْحِكَ رَفَعْتُ رَأسِي فَرَأيـْتُ عَلَى القَوَائِمِ العَرْشِ
مَكْتُـوْبًا:لإاِلَهِ إلاالله
مُحَمَّدَُ
رَسُـولُ اللهِ, فَعَلِمْتُ أنَّكَ لَمْ تُضِفْ إلَى إسْمِكَ إلا أحَبَّ الخَلْقِ
إلَيْكَ, فَقَالَ اللهُ
صَدَقْتَ يَا
آدَمُ إنَّهُ َلاَحَبَّ الخَلْقِ إلَيَّ اُدْعُنِي بِحَقِّهِ فَقـَدْ غَفَرْتُ
لَكَ, وَلَوْ لاَمُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُكَ.
“Setelah Adam berbuat dosa ia
berkata kepada Tuhannya: ‘Ya Tuhanku, demi kebenaran Muhammad aku mohon
ampunan-Mu’. Allah bertanya (sebenarnya Allah itu maha mengetahui semua lubuk
hati manusia, Dia bertanya ini agar Malaikat dan makhluk lainnya yang belum tahu
bisa mendengar jawaban Nabi Adam as.): ‘Bagaimana engkau mengenal
Muhammad, padahal ia belum kuciptakan?!’ Adam menjawab: ‘Ya Tuhanku, setelah Engkau menciptakan aku
dan meniupkan ruh kedalam jasadku, aku angkat kepalaku. Kulihat pada
tiang-tiang ‘Arsy termaktub tulisan Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulallah. Sejak saat itu aku mengetahui bahwa disamping nama-Mu,
selalu terdapat nama makhluk yang paling Engkau cintai’. Allah menegaskan: ‘Hai Adam, engkau benar, ia memang makhluk yang paling
Kucintai. Berdo’alah kepada-Ku bihaqqihi (demi kebenarannya), engkau pasti Aku ampuni. Kalau bukan karena Muhammad
engkau tidak Aku ciptakan’ “.
Hadits diatas diriwayatkan oleh Al-Hafidz As-Suyuthi dan dibenarkan olehnya dalamKhasha’ishun Nabawiyyah dikemukakan oleh Al-Baihaqi didalam Dala ’ilun Nubuwwah, diperkuat kebenarannya oleh Al-Qisthilani dan
Az-Zarqani di dalam Al-Mawahibul
Laduniyyah jilid 11/62, disebutkan oleh
As-Sabki di dalam Syifa’us
Saqam, Al-Hafidz Al-Haitsami
mengatakan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh At-Thabarani dalam Al-Ausath dan oleh orang lain yang tidak dikenal dalam Majma’uz Zawa’id jilid V111/253.
Sedangkan hadits yang serupa/senada diatas yang sumbernya
berasal dari Ibnu Abbas hanya pada nash hadits tersebut ada sedikit perbedaan
yaitu dengan tambahan:
وَلَوْلآ مُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُ
آدَمَ وَلآ الجَنَّةَ وَلآ النَّـارَ
‘Kalau bukan karena Muhammad Aku (Allah) tidak menciptakan
Adam, tidak menciptakan surga dan neraka’.
Mengenai kedudukan hadits diatas para ulama berbeda
pendapat. Ada yang menshohihkannya, ada yang menolak kebenaran para perawi yang
meriwayatkannya, ada yang memandangnya sebagai hadits maudhu’, seperti
Adz-Dzahabi dan lain-lain, ada yang menilainya sebagai hadits dha’if dan ada
pula yang menganggapnya tidak dapat dipercaya. Jadi, tidak semua ulama sepakat
mengenai kedudukan hadits itu. Akan tetapi Ibnu Taimiyah sendiri untuk
persoalan hadits tersebut beliau menyebutkan dua hadits lagi yang olehnya
dijadikan dalil. Yang pertama yaitu diriwayatkan oleh Abul Faraj Ibnul Jauzi
dengan sanad Maisarah yang mengatakan sebagai berikut :
قُلْتُ يَا رَسُوْلُ اللهِ, مَتَى
كُنْتَ نَبِيَّا ؟ قَالَ: لَمَّا خَلَقَ اللهُ الأرْضَ وَاسْتَوَى إلَى السَّمَاءِ
فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَما وَا تٍ,
وَ خَلَقَ العَرْشَ كَتـَبَ عَلَى
سَـاقِ العَـرْشِ مُحَمَّتدٌ رَسُوْلُ اللهِ خَاتَمُ الأَنْبِـيَاءِ , وَ
خَلَقَ اللهُ الجَنَّـةَ الَّتِي أسْكَـنَهَا
آدَمَ وَ حَوَّاءَ فَكـُتِبَ إسْمِي
عَلَى الأبْـوَابِ وَالأوْرَاقِ وَالقـِبَابِ وَ الخِيَامِ وَ آدَمُ بَيْـنَ
الرَُوْحِ وَ الجَسَدِ,فَلَـمَّا أحْيَاهُ اللهُ
تَعَالَى نَظَرَ إلَى العَـرْشِ ,
فَرَأى إسْمِي فَأخْبَرَهُ الله أنَّهُ سَيِّدُ وَلَدِكَ, فَلَمَّا غَرَّهُمَا
الشَّيْطَانُ تَابَا وَاسْتَشْفَعَا بِإسْمِي عَلَيْهِ
“Aku pernah bertanya pada Rasulallah saw.: ‘Ya Rasulallah
kapankah anda mulai menjadi Nabi?’ Beliau menjawab: ‘Setelah Allah menciptakan
tujuh petala langit, kemudian menciptakan ‘Arsy yang tiangnya termaktub Muham-
mad Rasulallah khatamul anbiya (Muhammad pesuruh Allah terakhir para Nabi),
Allah lalu menciptakan surga tempat kediaman Adam dan Hawa, kemudian menuliskan
namaku pada pintu-pintunya, dedaunannya, kubah-kubahnya dan khemah-khemahnya.
Ketika itu Adam masih dalam keadaan antara ruh dan jasad. Setelah Allah swt
.menghidupkannya, ia memandang ke ‘Arsy dan melihat namaku. Allah kemudian memberitahu
padanya bahwa dia (yang bernama Muhammad itu) anak keturunanmu yang termulia.
Setelah keduanya (Adam dan Hawa) terkena bujukan setan mereka ber- taubat
kepada Allah dengan minta syafa’at pada namaku’ ”.
Sedangkan hadits yang kedua berasal dari Umar Ibnul Khattab
(diriwayatkan secara berangkai oleh Abu Nu’aim Al-Hafidz dalam Dala’ilun
Nubuwwah oleh Syaikh Abul Faraj, oleh Sulaiman bin Ahmad, oleh Ahmad bin
Rasyid, oleh Ahmad bin Said Al-Fihri, oleh Abdullah bin Ismail Al-Madani, oleh
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan ayahnya) yang mengatakan bahwa
Nabi saw. berrsabda:
لَمَّا أصَابَ آدَمَ الخَطِيْئَةُ,
رَفَعَ رَأسَهُ فَقَالَ: يَا رَبِّ بَحَقِّ مُحَمَّدٍ إلاَّ غَفَرْتَ لِي,
فَأوْحَى إلَيْهِ, وَمَا مُحَمَّدٌ ؟
وَمَنْ مُحَمَّدٌ ؟ فَقَالَ: : يَا
رَبِّ إنَّكَ لَمَّا أتْمَمْتَ خَلْقِي وَرَفَعْتُ رَأسِي إلَى عَرْشِكَ فَإذَا
عَلَيْهِ مَكْتُوْبٌ
لإلَهِ إلااللهُ مُحَمَّدٌ رَسُـولُ
اللهِ فَعَلِمْتُ أنَّهُ أكْرَمُ خَلْقِـكَ عَلَيْكَ إذْ قَرََرَنْتَ إسْمُهُ مَعَ
اسْمِكَ فَقَالَ, نَعَمْ, قَدْ غَفَرْتُ لَكَ ,
وَهُوَ آخِرُ الأنْبِيَاءِمِنْ
ذُرِّيَّتِكَ, وَلَوْلاَهُ مَا خَلَقْتُكَ
“Setelah Adam berbuat kesalahan ia mengangkat kepalanya
seraya berdo’a: ‘Ya Tuhanku, demi hak/kebenaran Muhammad niscaya Engkau
berkenan mengampuni kesalahanku’. Allah mewahyukan padanya: ‘Apakah Muhamad itu
dan siapakah dia?’ Adam menjawab: ‘Ya Tuhanku, setelah Engkau menyempurnakan
penciptaanku, kuangkat kepalaku melihat ke ‘Arsy, tiba-tiba kulihat pada
“Arsy-Mu termaktub Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulallah. Sejak itu aku
mengetahui bahwa ia adalah makhluk termulia dalam pandangan-Mu, karena Engkau
menempatkan namanya disamping nama-Mu’. Allah menjawab: ‘Ya benar, engkau Aku
ampuni,. ia adalah penutup para Nabi dari keturunanmu. Kalau bukan karena dia,
engkau tidak Aku ciptakan’ ”.
Yang lebih heran lagi dua hadits terakhir ini walaupun
diriwayatkan dan di benarkan oleh Ibnu Taimiyyah, tapi beliau ini belum yakin
bahwa hadits-hadits tersebut benar-benar pernah diucapkan oleh Rasulallah saw..
Namun Ibnu Taimiyyah toh membenarkan makna hadits ini dan menggunakannya untuk
menafsirkan sanggahan terhadap sementara golongan yang meng- anggap makna
hadits tersebut bathil/salah atau bertentangan dengan prinsip tauhid dan
anggapan-anggapan lain yang tidak pada tempatnya. Ibnu Taimiy yah dalam Al-Fatawi
jilid XI /96 berkata sebagai berikut:
“Muhammad Rasulallah saw. adalah anak Adam yang terkemuka,
manusia yang paling afdhal (utama) dan paling mulia. Karena itulah ada orang
yang mengatakan, bahwa karena beliaulah Allah menciptakan alam semesta, dan ada
pula yang mengatakan, kalau bukan karena Muhammad saw. Allah swt. tidak
menciptakan ‘Arsy, tidak Kursiy (kekuasaan Allah), tidak menciptakan langit,
bumi, matahari dan bulan. Akan tetapi semuanya itu bukan ucapan Rasulallah saw, bukan
hadits shohih dan bukan hadits dho’if, tidak ada ahli ilmu yang mengutipnya
sebagai ucapan (hadits) Nabi saw. dan tidak dikenal berasal dari sahabat Nabi.
Hadits tersebut merupakan pembicaraan yang tidak diketahui siapa yang
mengucapkannya. Sekalipun demikian makna hadits tersebut tepat benar
dipergunakan sebagai tafsir firman Allah swt.: “Dialah Allah yang telah menciptakan bagi kalian apa
yang ada dilangit dan dibumi ” (S.Luqman : 20), surat Ibrahim
32-34 (baca suratnya dibawah ini–pen.) dan ayat-ayat Al-Qur’an
lainnya yang menerangkan, bahwa Allah menciptakan seisi alam ini untuk
kepentingan anak-anak Adam. Sebagai- mana diketahui didalam ayat-ayat tersebut
terkandung berbagai hikmah yang amat besar, bahkan lebih besar daripada itu.
Jika anak Adam yang paling utama dan mulia itu, Muhammad saw. yang diciptakan
Allah swt. untuk suatu tujuan dan hikmah yang besar dan luas, maka kelengkapan
dan kesempurnaan semua ciptaan Allah swt. berakhir dengan terciptanya Muhammad
saw.“. Demikianlah Ibnu Taimiyyah.
Firman-Nya dalam surat Ibrahim 32-34 yang
dimaksud Ibnu Taimiyyah ialah:
اللهُ الَّذِى خَلَقَ السَّمَاوَاتِ
وَ الاَرْضَ وَاَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً َفاَََخْرَجَ بِهِ
مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًالَكُمْ
وَسَخَّرَ لَكُمُ الفُلْكَ لِتَجْرِيَ فِى البَحْرِ بِاَمْرِهِ وَسَخَّرَ لَكُمُ
الاَنْهَارَ َوَسَخَّرَ لَكُمُ
الشَّمْسَ وَالقَمَرَ دَائِبَيْنِ وَسَخَّرَ لَكُمُ الَّيْلَ وَالنَّهَارَ
وَآتَاكُمْ مِنْ
كُلِّ مَا سَاَلْتُمُوْه وَاِنْ
تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللهِ لاَ تُحْصُوْهَا اِنَّ الاِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ
“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan
menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan
itu berbagai buah-buahan menjadi rizki untuk kalian, dan Dia telah menundukkan
bahtera bagi kalian supaya bahtera itu dapat berlayar di lautan atas kehendak-Nya,
dan Dia telah menundukkan sungai-sungai bagi kalian. Dan Dia jualah yang telah
menundukkan bagi kalian matahari dan bulan yang terus menerus beredar dalam
orbitnya masing-masing dan telah menundukkan bagi kalian siang dan malam. Dan
Dia jugalah yang memberikan kepada kalian apa yang kalian perlukan/mohonkan.
Dan jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, kalian tidak akan dapat
mengetahui berapa banyaknya. Sesungguhnya manusia itu, sangat dzalim dan sangat
mengingkari (nikmat Allah)”.(QS Ibrahim :32-34). DAPAT DISIMPULKAN JUGA BAHWA IBNU
TAYMIYAH MENGAKUI KONSEP “NUR MUHAMMAD” BAHWA NUR NABI MUHAMMAD ADALAH MAKHLUQ
YANG PERTAMA KALI DICIPTAKAN. Dan perhatikan kebiasaan buruk dan kedustaan ibnu
taymiyah (mati 721 H) yang mengatakan “tidak ada ahli ilmu yang
mengutipnya” padahal imam Thabrani (wafat 360 H) menulisnya dalam al
-ausath, Abu Nu’aim (wafat 430 H) dalam Dala’ilun Nubuwwah dsb.
B. Kitab “al-Wafaa bi ahwaalil
Musthofa s.a.w.” (Ibnu Qudamah al-Maqdisy 509 H)
Imam ‘Abdur Rahman bin ‘Ali yang terkenal dengan nama Imam
Ibnul Jawzi ulama besar bermazhab Hanbali yang dilahirkan pada tahun 509/510H
di Baghdad. Beliau adalah pengarang dan daie yang terkenal yang banyak
menyedarkan umat serta ramai yang memeluk Islam di tangannya. Beliau adalah
guru kepada Ibnu Qudamah al-Maqdisy yang masyhur itu.Tersebutlah dalam karya
beliau yang berjodol “al-Wafaa bi ahwaalil Musthofa s.a.w.” akan
kisah penciptaan Junjungan Nabi s.a.w. yakni penciptaan benih asal jasad
baginda s.a.w. Kisahnya adalah sebagai berikut:-
عن
كعب الأحبار قال: لما أراد الله تعالى أن يخلق محمداً صلى الله عليه وسلم أمر
جبريل عليه السلام أن يأتيه فأتاه بالقبضة البيضاء التي هي موضع قبر رسول الله صلى
الله عليه وسلم، فعجنت بماء التَّسْنيم، ثم غمست في أنهار الجنة، وطيف بها في
السموات والأرض، فعرفت الملائكة محمداً وفَضْله قبل أن تعرف آدم، ثم كان نور محمد
صلى الله عليه وسلم يُرى في غُرَّة جبهة آدم. وقيل له: يا آدم هذا سيد ولدك من
الأنبياء والمرسلين.
فلما
حملت حواء بشيت انتقل عن آدم إلى حواء، وكانت تلد في كل بطن ولدين إلا شيتاً،
فإنها ولدته وحده، كرامة لمحمد صلى الله عليه وسلم. ثم لم يزل ينتقل من طاهر
إلى طاهر إلى أن ولد صلى الله عليه وسلم.
Daripada Ka’ab al-Ahbar: ” Tatkala Allah ta’ala berkehendak
untuk menciptakan Nabi Muhammad s.a.w., Dia memerintahkan Jibril a.s. untuk
membawakan segenggam tanah putih yang merupakan tanah tempat Junjungan Nabi
s.a.w. dimakamkan nanti. Maka diulilah tanah tersebut dengan air Tasniim (air
syurga) lalu dicelupkan ke dalam sungai-sungai syurga. Setelah itu, dibawakan
dia berkeliling ke serata langit dan bumi. Para malaikat pun mengenali
Junjungan Nabi s.a.w. dan keutamaan baginda sebelum mereka mengenali Nabi Adam
a.s. Ketika nur Junjungan Nabi s.a.w. kelihatan di kening dahi Nabi Adam a.s.,
dikatakan kepadanya: “Wahai Adam, inilah sayyid (penghulu) keturunanmu daripada
para anbiya’ dan mursalin.
Tatkala Siti Hawa mengandungkan Nabi Syits berpindahlah Nur
Muhammad tersebut kepada Siti Hawa. Siti Hawa yang biasanya melahirkan anak
kembar setiap kali hamil, tetapi pada hamilnya ini dia hanya melahirkan seorang
anak sahaja iaitu Nabi Syits kerana kemuliaan Junjungan Nabi s.a.w. Maka
sentiasalah berpindah-pindah Nur Muhammad daripada seorang yang suci kepada
orang suci yang lain sehinggalah baginda dilahirkan.
C. Syaikh
Muhammad Mutawalli asy-Sya’raawi dalam “Anta tas-al wal Islam yajib”